Rabu, 26 Juni 2013

TAFSIR AL-QUR’AN SURAT AT-TIIN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam ayat pertama Allah menggunakan kata sumpah atau huruf qasam yang berupa “wau”. Bahasa arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhotob) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adhrubulkhobar ats-tsalatsah atau tiga macam pola penggunaan kalimat berita ; ibtida’i, talabi dan inkari.
Mukhotob terkadang seorang berhati kosong (kholiuz zihni), sama sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid). Perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang senacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya. Perkataan demikian dinamakan talabi.
Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai kadar keinkarannya, kuat atau lemah. Pembicaraan demikian dinamakan inkari. qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang nasyhur untuk memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa, karena manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadap al-qur’an. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khobar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.
Hakekat kejadian manusia, sangat banyak sekali dijelaskan baik dalam al-qur’an maupun dalam hadis. Salah satunya juga disebutkan dalam QS.At-tin ini. Dalam QS. At-tin, ada beberapa permasalahan yang dapat kita kaji dalam penafsiran surat ini. Di antaranya, dalam penafsiran ayat pertama, ada berbagai pendapat ulama’ tafsir dalam menafsirkan dua buah kata yakni kata at-tin dan kata zaitun. ada yang menafsirkan at-tin itu sebagai masjid yang ada didamaskus, dan adapula yang menafsirkannya sebagai damaskus itu sendiri, bahkan adapula yang berpendapat sebuah gunung yang ada di damaskus. Kalau menurut al-qurtubi, at-tin itu merupkan tafsiran dari masjid ashabul kahfi. Sedang menurut mujahid, yang dimaksud dengan at-tin adalah kita manusia itu sendiri. Sedangkan kata zaitun ditafsirkan sebagai masjid yang ada dibaitul muqaddis. Menurut. Sedangkan menurut mujahid dan ikrimah yang dimaksud dengan zaitun adalah minyak zaitun yang kita perah.
Dalam surat ini dijelaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang paling baik penciptaannya dibandinkan dengan makhluk-makhluk yang lain. Disamping itu pula, manusia dianugrahi kelebihan yang tidak diberikan kepada makhluk selainnya. Manusia diberikan akal supaya dia lebih dari binatang atau hewan dan dianugrahi nafsu yang tidak diberikan kepada para malaikat, itu semua dilandasi supaya manusia itu bisa lebih dan bisa mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.
Dalam ayat ini juga dijelaskan dampak dari keegoisan manusia dan ketidak patuhannya kepada Allah swt. Mereka tidak bisa membalas dan mensyukuri segala apa yang telah Allah berikan kepadanya. Maka dari itu, manusia yang seperti ini akan dikembalikan kedalam derajat yang seburuk-buruk dan serendah-rendahnya melebihi kerendahan binatang yang tidak diberikan kesempurnaan. Inilah balasan bagi orang-orang yang tahu akan tetapi mendustakan Allah swt. Dalam hal ini ada pengecualian bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengaplilasikannya dengan berbuat amal sholeh. Karena orang yang sudah mencapai level keimanan yang tinggi, bukan hanya imannya sekedar percaya saja, melainkan keimanannya itu akan dia wujudkan kedalam amal yang sholeh pula.
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat kita ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pandangan para ulama tafsir dalam menafsirkan QS. At-tin tersebut?
2.      Apa saja isi kandungan yang bisaa dipaparkan dalam penafsiran QS. At-tin tersebut?
C.     TUJUAN
Tujuan yang ingin dapat kita capai dalam penyusunan makalah tafsir QS. At-tin ini adalah supaya kita semua yang mempelajari tafsir al-qur’an bisa mengetahui bagaimana pandangan para mufassirin dalam menafsirkan surat ini, dan apa saja yang dapat kita petik dalam penafsiran ini.



BAB II
PEMBAHASAN
TAFSIR AL-QUR’AN SURAT AT-TIIN
            ÈûüÏnG9$#urÈbqçG÷ƒ¨9$#urÇÊÈÍqèÛurtûüÏZÅÇËÈ#x»ydurÏ$s#t7ø9$#ÂúüÏBF{$#ÇÌÈôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OƒÈqø)s?ÇÍÈ¢OèOçm»tR÷ŠyŠuŸ@xÿór&tû,Î#Ïÿ»yÇÎÈžwÎ)tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏHxåurÏM»ysÎ=»¢Á9$#óOßgn=sùíô_r&çŽöxî5bqãYøÿxEÇÏÈ$yJsùy7ç/Éjs3ãƒß÷èt/ÈûïÏe$!$$Î/ÇÐÈ}§øŠs9r&ª!$#È/s3ômr'Î/tûüÉKÅ3»ptø:$#ÇÑÈ
1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun
2. Dan demi bukit Sinai
3. Dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
5. Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),
6. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.
7. Maka Apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?
8. Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?
            È)ûüÏnG9$#ur(
Aku bersumpah dengan masa Tiin Nabi Adam, bapak manusia. Yaitu zaman ketika Nabi Adam dan istrinya menutupi tubuhnya dengan pohon tiin.
Para ahli tafsir berselisih pahan sehingga terdapat banyak pandangan tentang ayat ini. Ada yang berpendapat bahwa maksud dengan at-tiin, adalah masjid di Damaskus, ada pula yang berpendapat damaskus itu sendiri, ada pula yang berpendapat gunung di damaskus, Al-Qurtubi berkata, at-tiin adalah masjid para ashabul kahfi, dan diriwayatkan oleh Al-‘Uufi dan Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud at-tiin adalah masjid Nabi Nuh yang berada dipuncak gunung al-judi, berkata Al-Mujahid, maksudnya at-tiin adalah kalian ini.
 )bqçG÷ƒ¨9$#ur(
Aku bersumpah dengan masa zaitun, yaitu zaman Nabi Nuh as.dan anak cucunya. Ketika itu Allah menghukum kaumnya yang ingkar dengan didatangkan banjir bandang, dan diselamatkan-Nya Nabi Nuh dan perahunya. Sedang beberapa masa kemudian datanglah seekor burung membawa daun pohon zaitun yang membuat nabi nuh merasa gembira. Sebab hal itu menunjukkan redanya kemurkaan Allah dengan mengizinkan bumi menelan air bah, agar bumi bisa dihuni kembali oleh umat manusia. Kemudian perahu nabi nuh mendarat dan turunlah beliau beserta anak cucunya untuk menghuni dan membangun kembali bumi Allah.
Berkata Ka’ab Al-Akhbar,Qatadah, dan Ibnu Zaid serta yang lain-lain, yang dimaksud dengan zaitun adalah masjid di Baitul Maqdis, berkata Mujahid dan Ikrimah, yang dimaksud zaitun adalah minyak zaitun yang kita peras.
    (ÍqèÛurtûüÏZÅ)
Berkata Ka’ab serta yanng lain-lainnya,adalah gunung tempat Allah berbicara kepada Nabi Musa as. Bukit ini mengingatkan kepada peristiwa diturunkannya ayat-ayat Ilahiyah, yang ditampakkan secara jelas kepada nabi Musa as. Dan kaumnya. Serta peristiwa diturunkannya kitab Taurat kepada nabi musa setelah kejadian itu dan bersinarnya nur tauhid, yang pada masa sebelum itu dikotori oleh aqidah wasaniyah (keyakinan keberhalaan). Para nabi setelah Musa as. Tetap mengajak kaumnya agar berpegangan  kepada syariat tauhid ini. Namun dengan berlalunya masa demi masa, ajaran ini telah dikotori dengan berbagai bid’ah, hingga nabi iasa as. Dataang menyelamatkan ajaran tauhid ini. Tetapi kaum Nabi Isa pun tertimpa apa yang menimpa kaum para nabi sebelumnya, yaitu timbulnya perselisihan dalam agama, hingga tiba masanya allah swt menganugrahkan kepada manusia nur Muhammad saw untuk itu Allah berfirman pada ayat berikutnya.
   (#x»ydurÏ$s#t7ø9$#ÂúüÏBF{$# )
Yaitu kota Mekkah yang dimuliakan Allah dengan dilahirkanya nabi Muhammad saw dan dengan keberadaan Ka’bah (baitullah)padanya. Pendapat ini dikatakan oleh  Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Hasan, Ibrahim An-Nakha’i, Ibnu Zaid, Dan Ka’ab Akhbar, tidak ada perselisihan tentang ayat ini.
Sebagian para imam berkata inilah tiga tempat, dimana Allah mengutus setiap tempat itu seorang nabi utusan yang tergolong dalam Ulul Azmi yang diturunkan syariat besar kepada mereka, yaitu:
Pertama: tempat tiin dan zaitun yaitu Baitul Maqdis yang diutus kesana nabi Isa Bin Maryam.
Kedua: Thur Shinin, yaitu gunung sinai tempat Allah berbicara dengan nabi Musa Bin Imran.
Ketiga:Negeri Mekkah, yaitu negeri yang aman dan barang siapa yang masuk kenegeri itu maka ia akan man dan itulah tempat Allah mengutus utusannya yaitu Muhammad saw.
Sebagian para imam itu berkata para ahli kitab taurat telah disebutkan ketiga tempat ini: “Allah datang dari thur sinai” yautu tempat Allah berbicara dengan nabi Musa Bin Imran: “kemudian terbit dari sa’ir” yaitu gunung baitul maqdis dimana Allah mengutus Isa putra maryam dari sana: “dan memberi pernyataan dari gunung faran” yaitu pegunungan mekkah dimana dari sana Allah mengutus Muhammad, maka disini Allah menyebutkan mereka secara berturut-turut keberadaan merekasecara urutan waktu, dengan demikian disini allah bersumpah dengan yang paling mulia kemudian yang paling mulia darinya dan yang paling mulia diantara keduanya.
Pada ayat yang selanjutnya allah menjelaskan obyek sumpah-nya melalui firmannya:
    (ôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OƒÈqø)s?)
Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan dia dengan ukuran tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan tangannya, tidak seperti makhluk lain yang mengambil dan memakan makanannya dengan mulutnya. Lebih dari itu kami istimewakan manusia  dengan akalnya, agar bisa berfikir dan menimba berbagai macam ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasinya yang dengannya manusia bisa berkuasa atas segala makhluk. Manusia memiliki kekuatan dan pengaruh yang dengan keduanya bisa menjamgkau segala sesuatu.
Tetapi manusia itu memang pelupa, ia tidak menyadari keistimewaan yang dia miliki. Bahkan ia menyangka seolah-olah dirinya tak ubahnya makhluk jenis lain. Akibatnya ia malang melintang dalam berbagai perbuatan yang bertentangan dengan akal sehat dan fitrah kejadiannya. Ia gemar mengumpulkan harta benda dan bersenang-senang memenuhi hawa nafsu. Ia berpaling dari hal-hal yang mendatangkan manfaat bagi kehidupan akhiratnya, dan hal-hal yang mendatangkan keridhoan-nya yang bisa mengantarkan kepada perolehan kenikmatan yang abadi. Dalam ayat lain allah berfirman dalam QS.asy-syu’ara:88-89
tPöqtƒŸwßìxÿZtƒ×A$tBŸwurtbqãZt/ÇÑÑÈžwÎ)ô`tBtAr&©!$#5=ù=s)Î/5OŠÎ=yÇÑÒÈ
88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
89. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Hal inilah yang diisyaratkan oleh firmannya dalam ayat berikut ini:
    (¢OèOçm»tR÷ŠyŠuŸ@xÿór&tû,Î#Ïÿ»y)
Maksudnya adalah neraka, pendapat ini dikatakan oleh Mujahid, Abu Al-Aliah, Al-Hasan, Ibnu Zaid, serta lain-lainnya. Kemudian setelah kebaikan dan kesempurnaan ini maka tempat kembali mereka adalah neraka jika tidak taat kepada allah swt dan tidak mengikuti para Rasul Allah.
Sebagian para imam berkata (kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya) yaitu seburuk-buruknya kehidupaan, pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ikrimah, sehingga ikrimah berkata: “barang siapa yang mengumpulkan (melaksanakan) al-quran maka ia tidak akan dikembalikan kepada seburuk-buruknya kehidupan. Pendapat ini ditetapkan oleh ibnu jarir. Seandainya maksud dari ayat ini adalah benar maka tidak benar dan tidak tepat  adanya pengecualian orang-orang beriman disini, maka maksud yang benar adalah seperti apa yang telah kami sebutkan  dimuka. Sebagaimana firman allah QS. Al-ashr:1-3.
ÎŽóÇyèø9$#urÇÊȨbÎ)z`»|¡SM}$#Å"s9AŽô£äzÇËÈžwÎ)tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏJtãurÏM»ysÎ=»¢Á9$#      (#öq|¹#uqs?urÈd,ysø9$$Î/(#öq|¹#uqs?urÎŽö9¢Á9$$Î/ÇÌÈ
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Manusia banyak melakukan kerusakan yang telah menyebar dikalangan mereka, sehingga mereka terlanjur berada dalam kesesatan. Mereka lupa kepada fitrah asalnya dan lari kepada naluri kebinatangannya.  Mereka terperosok kedalam jurang kebejatan moral dan dosa-dosa. Hanya orang-orang yang dipelihara oleh Allah, mereka tetap berada dalam garis fitrah kejadiannya. Dan mereka itulah yang dimaksud oleh firman Allah dalam ayat berikut ini.
   (žwÎ)tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qè=ÏHxåurÏM»ysÎ=»¢Á9$#óOßgn=sùíô_r&çŽöxî5bqãYøÿxE)
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengetahui bahwa jagat raya ini ada yang menciptakannya. Dia-lah yang mengatur kesemuanya, dan dia-lah yang meletakkan syariat bagi makhluknya agar dilaksanakan oleh mereka. Orang-orang semacam ini  percaya bahwa keburukan akan beroleh balasan siksaan dan kebaikan akan beroleh imbalan pahala.
Kelak jika kembali kepada kehidupan akhirat, mereka akan beroleh pahala atas amal sholeh yang mereka lakukan. Mmereka adalah pengikut  para nabi dan orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah swt.kejalan hak dari setiap umat.
Kemudian Allah mengecam kaum musyrikin atas keingkaran mereka kepada hari pembalasan, setelah datang bukti-bukti yang jelas kepada mereka.
Gairu mamnuun artinya gairu maqthu’ yaitu tidak terputus-putus. Kemudian Allah berfirman:
   ($yJsùy7ç/Éjs3ãƒß÷èt/ÈûïÏe$!$$Î/)
Yakni hari pembalasan saat kalian dikembalikan, kamu telah mengetahui bahwa Allah adalah pencipta dan engkau telah mengetahui bahwa barang siapa yang mampu untuk menciptakan berarti ia mampu pula untuk mengembalikannyaseperti semula, jika demikian apakah yang menjadikan kamu berani mendustakan adanya hari pembalasan dan hari kebangkitan?.
Berkata ibnu abu hatim, berkata kepada kami Ahmad Bin Sanan, berkata kepada kami Abdurrahman dari Sufyan dari Manshur, ia berkata: aku bertanya kepada Mujahid (maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakah hari pembalasansesudah itu), apakah yang dimaksud adalah nabi muhammad saw?. Manshur berkata, kami berlindung kepada allah, yang dimaksud dengan dengan ayat ini adalah manusia, begitu pula pendapat Ikrimahserta lain-lainnya.
Apa yang mendorong kamu mengingkari adanya hari pembalasan atas segala amal perbuatanmu?. Padahal telah datang kepadamu bukti-bukti nyata yang menjelaskan kebenaran masalah ini. Sesungguhnya zat yang menciptakan kamu dari air mani dan menyempurnakan kejadianmu, ia mampu membangkitkanmu setelah kematianmu dan menghisabmu diakhirat kelak. Barang siapa telah menyaksikan hal ini dengan kemampuan akal dan fikirannya, kemudian ia mengingkarinya, maka ia telah membutakan mata dan hatinya, dan ia berada dalam kesesatan yang nyata.
Kemudian Allah mengokohkan kecamannya melalui firmannya pada ayat selanjutnya:
   (}§øŠs9r&ª!$#È/s3ômr'Î/tûüÉKÅ3»ptø:$# )
Allah adalah hakim yang paling adil yang tidak melakukan kecurangan dan tidak pula melakukan kezaliman pada seseorang,  dan di antara hari kiamat itu allah menyelenggarakan hari kiamat dimana hari itu orang yang dizalimi di dunia akan menuntut haknya dari orang yang telah menzaliminya. Oleh sebab itu ia menyediakan balasaan amal perbuatan manusia. Agar manusia memelihara derajat kemuliaannya yang telah disediakan oleh-nya sejak awal kejadianya. Namun, begitulah perilaku manusia.  Kebodohannya telah menurunkan derajatnya kepada tingkatan yang paling rendah. Oleh sebab itu allah mengutus para rasul  kepada mereka dengan membawa berita gembira dan peringatan. Kemudian ia menurunkan ssyariatsyariatnya kepada para rasul agar dijelaskan kepada umat manusia dan untuk mengajak mereka kepda rahmat ilahi.
Maha suci Engkau, ya Allah. Betapa adil dan bijaksananya Engkau. Engkau maha halus dan maha mengetahui. Dan hanya kepada Engkaulah segala urusan dikembalikan.
Dalam hadis Marfu’ dari Abu Hurairah telah disebutkan:
من قرء (والتين والزيتون) فقرء (اليس الله باحكم الحاكمين) فليقل بلى وانا على دالك من الشاهدين                                                                                                                 
“jika seseorang diantara kalian membaca surat at-tin, kemudian sampai pada ayat :(اليس الله باحكم الحاكمين) maka hendaklah ia berkata, benar dan kami telah menyaksikan  itu.





BAB III
PENETUP
A.    SIMPULAN
1.       Dalam ayat pertama, ada khilafiyah ulama’ dalam menafsirkan kata at-tiin dan zaitun. Ada yang berpendapat bahwa maksud dengan at-tiin, adalah masjid di Damaskus, ada pula yang berpendapat damaskus itu sendiri, ada pula yang berpendapat gunung di damaskus, Al-Qurtubi berkata, at-tiin adalah masjid para ashabul kahfi, dan diriwayatkan oleh Al-‘Uufi dan Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud at-tiin adalah masjid Nabi Nuh yang berada dipuncak gunung al-judi, berkata Al-Mujahid, maksudnya at-tiin adalah kalian ini (manusia). Sedangkan kata zaitun adalah masjid di Baitul Maqdis, menurut mujahid dan ikrimah adalah minyak zaitun yang kita perah.
2.      Dalam surat ini, menurut sebagian ulama inilah tiga tempat Allah mengutus Nabi ulul azmi yang diberikan syare’at besar.
a.       Tempat tin dan zaitun, yaitu baitul maqdis yang diutus kesana isa bin maryam.
b.      Thur sinin yaitu gunung sinai tempat allah berbicara dengan musa bin imran.
c.       Negeri mekkah al-mukarramah yaitu negri yang aman dan itulah tempat allah mengutus utusannya muhammad saw.
3.      Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan perwakan yang paling baik, serta bentuk tubuh yang paling sempurna. Berbeda dengan yang lain, manusia mengambil makanannya dengan tangan akan tetapi binatang dengan mulutnya.
4.      Manusia yang tidak menyadari keistimewaannya dan berperilaku kebinatangan, maka dia oleh allah akan dikembalikan ke dalam seburuk-buruk kehidupan.kecuali orang-orng yang beriman dan beramal shaleh.
5.      Balasan bagi orang-orang yang beriman dan melakukan amal shaleh adalah pahaala yang tidak terputus-putus. Ghairu mamnuun artinya ghairu maqthu’.
6.      Allah adalah merupakan hakim yang paling adil yang tidak melakukan kecurangan dan kezaliman.

B.     SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, tentu sekali terdapat banyak kekurangan dikarenakan kekurangan kami pula yang masih minim pemahamannya dalam masalah ini. Jadi kami sangat mengharapkan sumbangsih dari sekalian rekan mahasiswa dan mahasisiwi yang berupa kritik dan sarannya. Moga apa yang kita semua lakukan ini dihitung sebagai amal shaleh dan moga allah menambahkan pemahaman kita semua. Amiin yaa robbal ‘alamin.





DAFTAR PUSTAKA
Ø  Ad-damasyqi, ibnu katsir al-qurasyi. Tafsir juz ‘amma min tafsir al-qur’an al-‘azhim. 2001. pustaka azzam. Jakarta.
Ø  Al-maragi, ahmad mustafa. Terjemah taafsir al-maragi jilid 30. 1993. Cv. Toha putra. Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar