Rabu, 26 Juni 2013

Salam



BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN MURABAHAH, MUDHARABAH,dan SALAM
Murabahah akar kata dari murabahah adalah ‘ribh’ yang artinya profit atau laba. Transaksi al-murabahah adalah transaksi jual beli dengan harta pokok yag ditambah dengan keuntungan (laba) di mana harta pokok dan laba dari pihak penjual diketahui oleh oihak pembelinya.
B.  MUDHARABAH
Murabahah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.
a.     Tipe Mudharabah
·           Mudharabah mutlaqah, dimana shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
·           Mudharabah muqayyadah, dimana praktik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha, dan sebagainya.
b.   Keistimewaan mudharabah
1)   Berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi resiko.
·         Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
·         Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
2)   Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
C.  SALAM
As-Salam dinamai juga As-salaf ialah suatu akad jual beli antara dua orang atau lebih dan barang yang akan dijual belum ada wujudnya tetapi ciri-ciri atau kriterianya, baik kualitas dan kuantitasnya, besar dan kecilnya, timbangannya, dan lain sebagainya telah disepakati. Sedang pembayarannya dilakukan pada saat terjadi transaksi. Misalny: seperti si A memesan sebuah almari pakaian kepada si B, dengan ukuran, kualitas kayu, warna cat, telah ditentukan. Si B menerima pesanan si A dengan harga tertentu dan pembayarannya dilakukan oleh si A secara kontan pada saat terjadinya transaksi.
Dengan demikian, salam merupakan jual beli pesanan dari calon pembeli dengan pembayaran kontan dan hutang bagi calon penjual, karena barangnya baru berupa pesanan dan akan diserahkan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw., bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَدِمَ النَّبِيُّ . ص . م . اَلْمَدِيْنَةَ وَهُمْ يُسْلِفُوْنَ نَ فِى الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ : مَنْ اَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Nabi saw. tiba di Madinah dan orang-orang (Madinah) meminjamkan buah-buahan satu tahun dan dua tahun, maka beliau bersabda: “Bagi siapa yang meminjamkan (mengutangkan) buah-buahan, maka hendaklah ia mengutangkan dengan takaran dan timbangan yang jelas dan sampai batas waktu yang jelas”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas oleh para ulama dijadikan dasar kebolehan jual beli salam.
Rukun dan syarat Salam
1)   Rukun Salam
a)    Penjual (muslam ‘alaih)
b)   Pembeli (muslam atau rabbus salam)
c)    Barang (muslam fih) dan harga atau modal (ra’sul mal)
d)   Sigat (akad)
2)   Syarat-syarat Salam
a)    Uang hendaknya dibayar pada saat terjadi transaksi atau di majlis akad, berarti pembayaran dilakukan terlebih dahulu.
b)   Barang menjadi utang atau tanggungan penjual dan diberikan kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan, baik mengenai waktunya maupun tempatnya.
c)    Barang itu hendaknya jelas kriterianya, baik ukuran, kualitas, jenis, timbangan dan lain sebagainya sesuai dengan jenis barang yang dijual. Dengan kriteria tersebut dapat dibedakan antara satu barang dengan barang lain, sehingga tidak terdapat keraguan yang dapat menyebabkan perselisihan antara keduanya (penjual dan pembeli).
Hukum Jual Beli Salam
Para ulama sepakat bahwa jual beli salam hukumnya boleh selama rukun dan syaratnya terpenuhi dan tidak terjadi gharar (penipuan). Dasar hukum yang dijadikan pegangan selain nas seperti telah disebutkan di atas adalah bahwa jual beli salam mengandung unsur-unsur kemaslahatan dan hikmah yang dibutuhkan oleh manusia.
Hikmah Salam
Diantara hikmah jual beli salam adalah:
1.             Terpenuhinya kebutuhan. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dengan orang lain. Ada di antara mereka, misalnya si A mempunyai cukup uang tetapi tidak memiliki barang yang dia perlukan. Sementara ada orang lain, misalnya si B memiliki kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan si A namun tidak mempunyai modal untuk mewujudkannya. Dalam keadaan seperti ini, si A memesan barang yang ia perlukan, dan si B, dengan modal yang ia terima bekerja untuk memenuhi permintaan si A. Dengan demikian, kebutuhan kedua belah pihak terpenuhi.
2.             Adanya asas tolong-menolong. Dengan terpenuhinya kebutuhan masing-masing seperti digambarkan di atas, berarti si A telah menolong si B sehingga dia bekerja dan memanfaatkan keahliannya, si B menolong si A karena dia telah memenuhi kebutuhan si A. Asas tolong-menolong ini merupakan cari manusia sebagai makhaluk sosial dan sangat dianjurkan oleh agama.
D.           SYIRKAH (Kerjasama)
(Secara etimologi al-syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan.
Secara terminologi, menurut ulama Malikiah:
إذن في التصرف لهما مع أنفسهما في مال لهما
Izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah:
ثبوت الحق في شيئ لإثنين فأكثر على جهة الشيوع
Penetapan hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.
Menurut ulama Hanafiah:
عقد بين المتشاركين في رأس المال والربح
Akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.
Kesimpulan: Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dengan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersa
Macam-Macam Syirkah
1.                  SYIRKAH AL-AMLAK
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah al-amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa didahului aqad, baik bersifat ikhtiari atau jabari. Syirkah al-amlak terbagi dua :
Ikhtiari (perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima harta hibah secara berserikat. Maka barang atau harta tersebut menjadi harta serikat bagi mereka berdua.
Jabari (perserikatan yang muncul secara paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat), seperti harta warisan, menjadi milik bersama orang-orang yang berhak menerima warisan.
Status harta dalam syirkah al-amlak adalah sesuai hak masing-masing, bersifat mandiri secara hukum. Jika masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari mitranya. Hukum yang terkait dengan syirkah al-amlak dibahas secara luas dalam bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.
2.                  SYIRKAH AL-‘UQUD
Akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungannya.
Syirkah al-‘uqud terbagi lima:
1. Syirkah al-‘inan (شركة العنان), yaitu perserikatan dalam modal (harta) antara dua orang atau lebih, yang tidak harus sama jumlahnya. Keuntungan dan kerugian dibagi dua sesuai prosentase yang telah disepakati. Sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab orang-orang yang berserikat sesuai dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-masing. Para ulama sepakat, hukumnya boleh.
2. Syirkah Mufawadhah ( شركة المفاوضة ), perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek, dengan syarat masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama pula. Jika mendapat keuntungan dibagi rata, dan jika berbeda tidak sah. Masing-masing pihak hanya boleh melakukan transaksi jika mendapat persetujuan dari pihak lain (sebagai wakilnya), jika tidak, maka transaksi itu tidak sah. Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak boleh, karena sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal, kerja dan keuntungan dalam perserikatan itu, disamping tidak ada satu dalilpun yang shahih yang bisa dijadikan dasar hukum. Tetapi mereka membolehkan Mufawadhah seperti pandangan Malikiyah, yaitu boleh mufawadhah jika masing-masing pihak yang berserikat dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja, tanpa minta izin dan musyawarah dengan mitra serikatnya.
3.                  Syirkah Abdan/A’mal ( شركو الأعمال ), perserikatan yang dilakukan oleh dua pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti kerjasama seprofesi antara dua orang arsitek atau tukang kayu dan pandai besi untuk menggarap sebuah proyek. Hasil atau imbalan yang diterima dibagi bersama sesuai kesepakatan. Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah hukumnya boleh. Ulama Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa kerja yang dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja masing-masing. Menurut ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah, perserikatan seperti ini hukumnya tidak sah, karena yang menjadi obyek perserikatan adalah harta/modal, bukan kerja, disamping pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur, sehingga dapat menimbulkan penipuan yang membawa kepada perselisihan.
Syirkah Wujuh (شركة الوجوه ), serikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungannya dibagi bersama. Mirip seperti kerja makelar barang, bukan makelar kasus (markus). Ulama Hanafiah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan hukumnya boleh, karena masing-masing pihak bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itupun terikat pada transaksi yang dilakukan mitra serikatnya. Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan tidak dibolehkan, karena modal dan kerja dalam perserikatan ini tidak jelas.
5. Syirkah al-Mudharabah ( شركة المضاربة ), persetujuan antara pemilik modal dengan pengelola untuk mengelola uang dalam bentuk usaha tertentu, keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan bersama, sedangkan kerugian menjadi tanggungan pemilik modal saja
·            Rukun dan Syarat Syirkah
RUKUN Syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Menurut ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul atau serah terima. Sedangkan orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk rukun, tapi syarat.
Menurut jumhur ulama, rukun syirkah meliputi shighat (lafaz) ijab dan qabul, kedua orang yang berakad, dan obyek akad.
SYARAT Syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakan syirkah. Jika syarat tidak terwujud, maka akad syirkah batal.
Syarat-syarat umum syirkah (termasuk untuk syirkah ‘inan dan wujuh):
Syirkah itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan, artinya salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap obyek syirkah itu, dengan izin pihak lain, dianggap sebagai wakil seluruh pihak yang berserikat. Juga, anggota serikat saling mempercayai.
Prosentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang berserikat dijelaskan ketika akad berlangsung.
Keuntungan diambil dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain.
Syarat khusus dalam syirkah al-’uqud: modal perserikatan itu jelas dan tunai, bukan berbentuk utang dan bukan pula berbentuk barang.
Syarat khusus untuk syirkah al-mufawadhah, menurut ulama Hanafiah:
Kedua belah pihak cakap dijadikan wakil.
Modal yang diberikan masing-masing pihak harus sama, kerja yang dilakukan juga sama, keuntungan yang diterima semua pihak kuantitasnya juga harus sama.
Semua pihak berhak untuk bertindak hukum dalam seluruh obyek perserikatan itu.
Lafaz yang digunakan dalam akad adalah lafaz al-mufawadhah. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka akadnya tidak sah, dan berubah menjadi syirkah al-’inan.
·  Musyarakah
Istilah Musyarakah berkonotasi lebih terbatas daripada istilah syirkah. Istilah ini tidak banyak digunakan dalam fiqh, tetapi sering dipakai dalam skim pembiayaan syariah. Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik dana/modal bekerjasama sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan, dan mereka juga dapat meminta gaji untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.
Proporsi keuntungan dibagi menurut kesepakat


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran Islam mengajarkan agar kita menjalin kerjasama dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong-menolong dan saling menguntungkan (mutualisme), tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa kerjasama maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh karena itu Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja sama sesuai prinsip di atas. Hikmahnya adalah adanya saling tolong-menolong, saling membantu dalam kebaikan, menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling percaya, menyadari kelemahan dan kekurangan, dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat. QS. Al-Maidah: 2 وتعاونوا


DAFTAR PUSTAKA
http://syafaatuletika.blogspot.com/2012/06/murabahah-mudharabah-dan-salam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar