Rabu, 26 Juni 2013

PROSES PENGHAFALAN AL-QURAAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.              Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah/kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Saw.melalui perantara malaikat Jibril dan yang membacanya bernilai ibadah.
Al-Qur’an juga merupakan kitab suci umat Islam, kemanapun mereka pergi Al-Qur’an tetap menjadi imam mereka, akan tetapi pada awalnya Al-Qur’an tidak tersusun rapi seperti  yang sudah temukan sekarang ini, melainkan Al-Qur’an itu merupakan kumpulan dari suhuf-suhuf yang ditulis oleh para sahabat dengan menggunakan pelapah kurma, kulit binatang dan lain sebagainya. Dan dinamai dengan Al- mushaf karena pada permulaan Arab Islambelum mengenal kertas yang dikenal sekarang ini. Mereka baru mengenal kertas setelah mereka menaklukkan negeri Persia, yaitu setelah wafatnya Nabi Saw.
Inisiatif untuk membukukan AlQur’an muncul setelah terjadi peperangan Yamamah telah banyak menewaskan sahabat-sahabat penghafal AlQur’an.
B.              Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan merumuskan rumusan masalah diantaranya adalah :
1.      Proses penghafalan Al-Qur’an
2.      Proses penulisan Al-Qur’an
3.      Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an Setelah Masa Khalifah

C.              Tujuan
Kami membahas makalah ini dengan tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk Mengetahui Proses Pembukuan Al-Qur’an
2.      Untuk Mengetahui Proses Penulisan Al-Qur’an
3.      Untuk mengetahui Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an Setelah Masa Khalifah
BAB II
PEMBAHASAN
Dikalangan Ulama terminology pengumpulan Al-Qur’an memiliki dua konotasi, yaitu konotasi penghafalan Al-Qur’an dan konotasi penulisannya secara keseluruhan.
A.                Proses Penghafalan Al-Qur’an
Kedatangan wahyu merupakan suatu yang dirindukan oleh Nabi Saw.oleh karena itu, ketika dating wahyu, Nabi langsung menghafal dan memahaminya. Dengan demikian, Nabi Saw.adalah orang pertama yang menghafal Al-Qur’an. Tindakan Nabi merupakan suri tauladan bagi para sahabatnya. Imam Al-Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi yang terkenal dengan hafalan Al-Qur’annya, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mi’qal (mulanya Abu Huzaifah), Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As-Sakan, dan Abu Darda.
Tidak hanya ketujuh sahabat itu saja yang ikut menghafal Al-Qur’an. Namun tercatat pula sahabat-sahabat lain yang juga ikut menghafal Al-Qur’an pada zaman Nabi Saw.bahkan ada dikalangan sahabat wanita yang juga tercatat sebagai penghafal Al-Qur’an, seperti Aisyah, Hafsah, Ummu Shalah, dan Ummu Waraqah.
B.                 Proses Penulisan Al-Qur’an

1.                  Pada Masa Nabi Saw.
Kerinduan Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak hanya saja di eksperikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas mencatat wahyu, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Abbas bin Sa’id, Khalid bin Al-Walid dan Muawiyah bin Sofyan.
Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi sungguh sangat sederhana, mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelapah kurma, tulang belulang, dan batu. Karena pada masa itu mereka belum mengenal kertas sehingga menggunakan alat-alat yang sederhana.
Kegiatan tulis menulis Al-Qur’an tidak hanya dilakukan oleh para sekretaris Nabi, namun juga dilakukan oleh para sahabat lainnya. Kegiatan ini berdasarkan hadis Nabi yang artinya “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barang siapa yang telah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya”.
Faktor yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah :
a.       Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat.
b.      Mempersentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Hal ini hafalan para sahabat saja tidak cukup,terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka ada yang sudah wafat. Adapun tulisan akan tetapi terpelihara walaupun pada masa Nabi, penulisan Al-Qur’an tidaklah pada satu tempat.
Hal ini berdasarkan dua alasan sebagai berikut :
ü  Proses penurunan Al-Qur’an masih berlanjut kemungkinan ayat yang turun belakangan “ menghapus “redaksi dan ketentuan hokum ayat yang sudah turun terdahulu.
ü  Penyusunan ayat dan surat Al-Qur’an tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara satu surat dengan surat yang lain.

2.                  Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasidin
a.       Pada Masa Abu Bakar A-Shiddiq
Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Pada awal pemerintahannya banyaknya diantaranya orang Islam yang belum kuat imannya, terutama di Nejed dan Yaman banyak yang murtad, yang tidak mau membayar zakat. Disamping itu ada juga yang mengaku sebagai Nabi. Hal ini dihadapi dengan tegas oleh Abu Bakar, sehingga terjadilah peperangan untuk memberantas orang-orang murtada dan pengikut-pengikut orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi.
Diantara peperangan itu yang paling terkenal adalah peperangan Yamamah yang menewskan 70 orang sahabat penghafal Al-Qur’an. Bahkan sebelum itu banyak pula penghafal Al-Qur’an yang gugur pada masa Nabi dalam pertempuran di sumur Ma’unah dekat kota Madinah.
Khawatir akan gugurnya semua sahabat penghafal Al-Qur’an Umar bin Khattab pun menemui Abu Bakar untuk memusyawarahkan hal itu. Atas izin Allah Swt.pendapat Umar yang ingin mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pun disetujui oleh Abu Bakar, kemudian Abu Bakar mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan.
Dalam usaha mengumpulkan Al-Qur’an Zaid bin Tsabit amat teliti sekalipu beliau hafal Al-Qur’an seluruhnya tetapi untuk hal itu karena demi kepentingan umat Islam, masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabatyang lain dengan disaksikan dua orang saksi.
Dengan demikian Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar, dan disimpan olehnya sampai wafat, dipindahkan kerumah Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab wafat, mushaf itu kemudian dipindahkan ke rumah Hafsah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-Qur’an di masa khalifah Usman.
3.                  Pada Masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyah, sehingga kaum muslimin pada masa itu terpencar-pencar di Mesir, Syiria, Irak, Persia, dan Afrika. Walau demikian kemanapun mereka pergi dan tinggal Al-Qur’anulkarim tetap menjadi iman mereka, karena diantaranya banyak yang menghafal Al-Qur’an, tetapi naskah-naskah yang mereka punya tidak sama penyusunan surat-suratnya.
Hal ini menimbulkan pertikaian tentang bacaan Al-Qur’an, pertikaian ini bermula karena Rasuluulah sendiri pun memberikan kelonggaran kafilah-kafilah Arab yang berada di masanya untuk membaca dan melafazkan Al-Qur’an itumenurut Lahjah (dialek) masing-masing supaya mudah bagi mereka menghafal Al-Qur’an. Akan tetapi kalau pertikaian tentang bacaan Al-Qur’an ini dibiarkanmaka akan berubah menjadi perpecahan kaum muslimin.
Dikisahkan bahwa selama pengiriman pasukan Armenia dan Azerbaiyah, terjadi perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul dikalangan tentara-tentara muslim yang sebagian direkrut dari Syiria dan sebagian dari Syiria. Perselisihan ini cukup serius sehingga pimpinan tentara muslim Huzaifah bin Yaman melaporkannya kepada khalifah Usman (644-656) dan mendesaknya mengakhiri pertikain tersebut.
Maka khalifah Usman, meminta lembaran-lembaran Al-Qur’an yang ditulis pada masa khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah binti Umar untuk diganti kemudian Usman membentuk sebuah panitia untuk membukukan AlQur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdurrahman bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam dalam pelaksanaan tugas ini, Usman menyerukan agar :
Ø  Mengambil pedoman kepada bacaan yang baca Al-Qur’an
Ø  Al-Qur’an harus dituliskan menurut suku Quraisy karena Al-Qur’an diturunkan menurut dialek mereka.
Lembaran-lembaran al-Qur’an yang dipinjam dari Hafsah pun dikembalikan setelah tugas itu selesai, dan Al-Qur’an yang telah dibukukan tersebut dinamai dengan “ Al-Mushaf  “, dan oleh panitia ditulis lima buah Al-Mushaf, empat diantaranya dikirim ke Mekkah, Syiria, Basrah dan Kufah.
Agar ditempat itu diganti pula dari masing-masing mushaf itu, dan satunya lagi disimpan di Madinah untuk Usman sendiri, mushaf  itulah yang dinamakan dengan “Mushaf Al-Imam“ setelah itu Usman memerintahkan mengumpulkan lembaran-lembaran yang bertulisan Al-Qur’an yang ditulis sebslum itu dan membakarnya.
Dengan demikian, maka manfaat pembukuan Al-Qur’an di masa Usman itu adalah :
v  Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
v  Menyatukan bacaan walaupun masih ada bacaan yang berlainan tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf  Usman, akan tetapi bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan mushaf -mushaf  Usman tidak dibolehkan lagi.
v  Menyatukan tertib susunan surat-surat  menurut tertib  urut sebagai yang kelihatan pada mushaf-mushaf  sekarang.

C.                Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an Setelah Masa Khalifah
Pada masa khalifah Abdul Al-Malik (685-705) dilakukan penyempurnaan Al-Qu’ran, ada dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu ‘Ubaidillah bin Ziad (w. 67 H) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w. 95 H). ibn Ziad diberitakan memerintahkan seorang laki-laki dari Persia untuk meletakkan Alif sebagai pengganti dari huruf yang sudah dibuang. Sedangkan Al-Hajjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf  Usmani pada sebelas tempat yang memudahkan pembacaan mushaf.
Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H (IX M) orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf Usmani, yaitu Abu Al-Aswad Ad-Da’uli, Yahya bin Ya’mar (45-129 H) dan Nashr bin ‘Ashim Al-Laits (w. 89 H) sedangkan orang yang disebut-sebut pertama kali meletakkan  Hamzah, Tasydid, Ar-Ra’um dan Al-Isyam Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi Al-Azdi atau Abu Abdurrahman (w. 89 H)
Diberitakan bahwa khalifah A-Walid (86-96 H) memerintahkan Khalid bin Abi Al-Hajjaj untuk menulis mushaf Al-Qur’an, kemudian Al-Qur’an pertama kali dicetak di Bunduqiyyah (1530 M) tetapi penguasa gereja memerintahkan supaya kitab suci Al-Qur’an dimusnahkan. Kemudian cetakan selanjutnya oleh Hinkelman dari Jerman (1694 M) di Hamburg (Jerman). Kemudian disusul Marracci (1698 M) di padouce. Akan tetapi tetapi cetakan pertama, kedua, dan ketiga itu tidak satupun yang tersisa dan sayangnya perintis penerbit Al-Qur’an pertama itu bukan muslim.
Penerbit Al-Qur’an dengan label Islam dimulai pada tahun 1787 M.yang menerbitkannya adalah Maulana Usman. Mushaf tersebut lahir di sain, petersbourg, Unisoviet atau Leningrad, Rusia Sekaran, kemudian tersebut mushaf cetakan di kazan, lalu di Iran (1248 H/1826 M) di kota Teheran. Kemudian terbit lagi mushaf cetakan di Tabriz (1833 M), lalu terbit pula mushaf cetakan Leipzing (1834 H) di Jerman.
Di Arab, raja Fuad dari Mesir membentuk panitia khusus penerbitan Al-Qur’an (abad xx). Panitia yang motori para Syeikh Az-Azhar (1342 H/1923 M), berhasil menerbitkan mushaf Al-Qur’an dalam cetakan yang bagus, mushaf  tersebut dicetak sesuai dengan riwayat Hafsah atas qira’at Ashim, sejak ini berjuta-juta mushaf dicetak di Mesir dan diberbagai Negara lain.






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Jadi, pulanya Al-Qur’an bukanlah seperti yang kita pegang saat ini, akan tetapi Al-Qur’an itu adalah kumpulan mushaf-mushaf yang ditulis oleh sahabat atas Rasulullah Saw.dengan menggunakan kulit binatang, batu tipis, dan lain sebagainya. Karena pada saat itu belum ada yang mengenal kertas.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw.muncullah gagasan dari Umar untuk membukukan Al-Qur’an karena pada saat itu terjadi perang Yamamah yang telah menewaskan 70 orang penghafal Al-Qur’an, khawatir akan terbunuhnya lebih banyah penghafal Al-Qur’an, kemudian Umar menyampaikan gagasannya kepada Abu Bakar, sehingga Abu Bakar menyetujuinya dan memerintahkan Zaid Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Setelah wafatnya Abu Bakar, penulisan Al-Qur’anpun diperbarui oleh khalifah Usman karena telah tejadi peselisihan cara membacanya yang berbeda-beda. Kemudia Al-Qur’an yang ditulis pada masa Khalifah Usman Bin Affan dinamai dengan Mushaf  Usmani. Adapun manfaat yang dapat diambil dari proses pembukuan Al-Qur’an dimasa Usman ialah :
1.      Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
2.      Menyatukan bacaan walaupun masih ada bacaan yang berlainan tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf  Usman, akan tetapi bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan mushaf -mushaf  Usman tidak dibolehkan lagi.
3.      Menyatukan tertib susunan surat-surat  menurut tertib  urut sebagai yang kelihatan pada mushaf-mushaf  sekarang.
Kemudian penyempurnaan penulisan Al-Qur’an dilakukan pada masa setelah wafatnya ke-4 Kholifah, yaitu pada masa kepemimpinan Khalifah Abdul Al-Malik (685-705)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2004.
Abidin, Zainal, Seluk beluk Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar